Ini merupakan cerita lanjutan dari postingan sebelumnya, cerita yang tertunda pengalaman mendaki Gunung Salak saya yang pertama. Selalu ada hikmah dalam setiap perjalanan selama kita menjalani dengan selalu melibatkan Allah Ta’ala. Dan selain itu penting banget untuk mengontrol emosi supaya bisa menyelesaikan perjalanan dengan aman.
Seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya, ketika saya melakukan pendakian waktu itu dalam keadaan lelah baik secara mental maupun fisik. Sehingga dari awal perjalanan dan menanjak, saya langsung diserang kepanikan yang harus dikendalikan. Supaya tidak ngos-ngosan, heart rate aman dan jalan dengan lebih cepat.
Karena speed saya yang paling pelan, jadi saya tertinggal paling belakang. Salah satu teman saya meminta guide yang kedua dan karyawannya yang ikut hari itu untuk menemani saya. Namanya Mas Candra, jasanya ngga akan saya lupa tuh karena udah nemenin dan memahami stamina saya yang dikit-dikit minta duduk saking nanjak terus itu rute ya.
Tentang Memahami Diri Sendiri
Sebenarnya ada rasa ngga enak ke teman-teman yang lain karena khawatir menghambat. Di post 2 atau 3 masih belum terlalu jauh jarak ketertinggalan saya. Mulai tertinggal jauh setelah pos 3 itu. Rute juga mulai menanjak terus bahkan beberapa ada yang menukik tajam, mengharuskan kita memanjat dengan bantuan pegangan tali.
Ada kalanya kita harus memanjat di pijakan yang tingginya sedada saya dan mencari lagi pijakan lainnya yang tingginya tidak lebih pendek dari sebelumnya. Kalau dibayangkan ke olahraga strength trainin ini semacam full body workout ya. Yang namanya pull up, lunges, squat, gerakan itu semua dilakukan di perjalanan mendaki Gunung Salak ini.
Semakin saya panik karena tertinggal, semakin saya tidak tenang dan semakin berantakan pula stamina saya. Mudah merasa mengantuk, dehidrasi dan lemas. Langsung overthinking kan ya, bicara tuh dalam pikiran….diri sendiri bicara dengan diri sendiri. Dan akhirnya saya tidak ingin memaksakan diri untuk melaju dengan pace yang sama dengan teman-teman yang lain. Untungnya Mas Candra mau nemenin saya.
Yang saya pikirkan saat itu guide ke dua ini kebetulan membawa persediaan makan siang yang sudah dibeli sebelumnya. Dan karena harus nemenin saya juga jadi teman-teman yang duluan jadi terlambat nih makan siangnya. Maaf kan ya teman-teman. Oh iya alasan guide 2 ini nemenin saya dan Mas Candra karena perjalanan mendaki gunung salak ini merupakan pengalaman pertama bagi kami berdua.
Tapi saya berusaha menghilangkan rasa panik, rasa ga enak dan mulai meyakini bahwa ini tentang pertarungan dengan diri sendiri, yakin bisa melewati ini dan yakin bisa fokus. Meski tidak enak dengan teman-teman, tapi saya menumbuhkan sebuah persepsi bahwa mereka sepertinya akan maklum.
Mendaki Gunung Salak Sebuah Perjalanan Yang Menantang
Pendakian pertama dan itu adalah mendaki Gunung Salak sudah sebuah “wow” tersendiri untuk saya pribadi. Yang membuat saya sedih Gunung ini kok sepi banget ya. Hutan aja, dan itu biasa banget, seperti tidak menemukan chemistry dengan gunung ini. Jalurnya soalnya berbeda dengan jalur kawah ratu via pasir rengit ya.
Ada tanjakan yang saya merasa ini kok ga habis-habis yah. Belok ke kanan tanjakan, ke kiri tanjakan lagi. Tidak ada bagian jalur yang datar, Bahkan ada sebuah momen dimana saya mau duduk dan itu miring, saking udah lemes.
Perjalanan ke puncak 1 Gunung Salak kami lalui via Cidahu, normalnya 6 jam untuk bisa sampai ke titik ini. Dan untuk saya, dijalani dengan menghabiskan waktu sekitar kurang lebih 7 jam. Teman-teman sudah lebih dulu sampai 45 menit lebih awal dari saya. Jadi mereka istirahat foto tapi ngga bisa makan siang. Soalnya makanan dibawa sama guide dua.
Terharu banget begitu saya terlihat dari pandangan mata teman-teman, semua langsung bertepuk tangan. Kasih semangat dan penguatan bahwa lambat itu normal kok. Saya langsung makan dengan nasi yang sudah dingin dan telur dadar. Entah kenapa tetap nikmat saja nasi itu bagi saya hari itu.
Menikmati Puncak Manik, Salak 1 2211 Mdpl
Kami pun mulai makan siang, jujur saja agak terburu-buru karena teman-teman lain punya target untuk bisa sampai bawah sebelum jam 6. Dan menargetkan bisa solat di pos 3 Cimelati. Untuk turun dari puncak salak 1 memang melalui jalur yang berbeda. Bukan jalur kami mendaki sebelumnya.
Cuaca terlihat mulai berkabut dan sedikit gerimis. Dalam beberapa menit kami menghabiskan makanan kami. Kemudian dilanjut dengan foto-foto untuk dokumentasi. Iya dong masa jalan sudah jauh tidak ada dokumentasi ya. Dengan situasi berkabut begini, lokasi puncak yang tidak besar, hujan pula semakin membuat saya merasa kurang menikmati puncak salak 1 ini. Entah kenapa rasa bukan takut tapi lebih ke tidak nyaman. Meski begitu saya juga bersyukur bisa sampai puncak dengan perjuangan yang ngga mudah.
Kami harus berjalan lagi via Cimelati sambil hujan-hujan, Gerimis sih, tapi tantangan banget kan kalau kena hujan didalam hutan. Pandangan terbatas dan pasti jalanan juga jadi licin yah. Terkejut saya ketika turun dari puncak sekitar 50 meter dibawah situ ada sebuah makam. Dan ada beberapa orang yang sedang berdoa di makam itu. Melihat situasi itu membuat saya semakin ingin cepat-cepat turun kebawah.
Bagaimana jalur trek Cimelati? Jujur yah itu benar-benar tidak mudah loh. Benar-benar sebuah tantangan yang naik level. Inget ya harus istirahat dulu di pos 3 untuk solat. Mari kita kejar targetnya tapi juga tetap tahu batasan diri sendiri, Yang terpenting adalah sampai pos terakhir dengan selamat.
Lanjut ya di postingan berikutnya.!!