Ini merupakan postingan ketiga saya mengenai perjalanan ke lembah purba, kami akan semakin dekat dengan curug kembar yang ikonik itu. 

Setelah melewati jembatan gantung yang  sangat menantang bagi saya, selanjutnya kami pun masuk ke dalam vegetasi. Sehingga perjalanan kami menuju ke lembah purba terasa lebih sejuk berkat naungan banyak pohon di sekeliling kami. Alhamdulillah jalur ini cukup aman, tidak bertemu tanjakan yang ekstrim. Pokoknya rute seperti ini yang disukai oleh teman-teman perjalanan saya hari itu. 

Kami masih bertemu dengan jembatan yang setipis kesabaran saya. Kali ini lebarnya hanya 50 meter, dengan alas berupa kayu. Kalau dilihat tampaknya sama-sama ngeri seperti jembatan kecil yang sebelumnya. Karena saya ngga mau jadi overthinking seperti tadi, saya memutuskan ngga mau jadi yang pertama seperti tadi. Dan ternyata karena tidak terlalu tinggi dan tidak ditempa angin saya bisa melewati dengan lancar tanpa ada rasa takut seperti yang pertama tadi. Jembatan yang ini lebih kecil tapi bisa saya lewati dengan mudah. 

Jembatan yang kami lewati cukup banyak, ada yang hanya jembatan melintasi sungai, jadi tidak tinggi sama sekali. Sisanya adalah area hutan yang adem banget sih. Bisa dibilang jalur ini aman lah bahkan untuk bawa anak dibawah lima tahun. Dengan catatan orang tua nya kuat menggendong terutama ketika melintasi jembatan dan tidak takut akan ketinggian. 

Terkesima Indahnya Curug Kembar Di Lembah Purba

Setelah melewati beberapa jembatan akhirnya kami pun sampai ke tujuan utama kami yaitu Curug Kembar di Lembah Purba. Vegetasi di sekitar curug kembar menurut saya bagus sih. Hutan tapi estetik gitu. Kalau teman saya bilang, mirip scene video klip nya Krisdayanti deh, hehehe.

Alhamdulillah setelah 1,5 berjalan kami pun tiba juga di lembah purba. Melihat dari jauh penampakan curug kembar yang begitu tinggi membuat suara yang sungguh indah. Masyaallah, pemandangan yang indah banget. Curug ini dinamakan curug kembar karena ada dua aliran air yang jatuh kebawah dan persis bersebelahan. 

Vibe melihat curug kembar ini sama banget seperti yang saya rasakan ketika saya melihat curug cikawah. Masyaallah sama-sama indah dan ada kesan magic gitu loh. Magic disini maksudnya bukan mistis yang gimana-gimana ya. Lebih ke perasaan takjub atas ciptaan Allah Ta’alla. Apalagi ketika kami semakin mendekati ke arah curug, semakin kami bisa rasakan percikan air yang tertiup angin ini hingga terbang menghampiri kami. Dan yang paling terasa selain basah adalah dingin banget. 

Senangnya lagi, saya dan teman-teman adalah pengunjung satu-satunya. Dan kami pun puas berpose dan mengabadikan momen kami di curug kembar lebar purba tanpa harus bergantian dengan pengunjung lainnya. Bersyukur atas semua nikmat yang kami dapat hari itu. 

Oh iya, kelihaian Akang Guide mengabadikan momen kami, sampai mengarahkan gaya-gaya disetiap video juga jadi rasa syukur kami juga. Video dan foto yang diambil bukan cuma kami secara berkelompok, tapi juga video sendiri-sendiri juga dengan sabar dan telaten si akang guide abadikan. Mantap pokoknya lah. 

Jika dari foto dan video saya curug kembar ini tampak indah, bayangkan jika teman-teman bisa melihatnya secara langsung. Oh iya, hal yang saya takutkan ketika datang kesini adalah pacet. Dan Alhamdulillah, perjalanan kami kemarin bebas pacet, katanya sih karena musim kemarau juga. 

Melewati Jembatan Gantung Oren Yang Membuat Badan Lemas

Kami cukup puas memandang curug kembar dari jauh. Menikmati snack perbekalan kami sambil beristirahat. Kami juga puas mengabadikan momen kami di dekat curug kembar, menikmati hembusan angin yang membawa terbang butiran-butiran air sampai pakaian kami pun basah. 

40 menitan kami berada disana, sampai akhirnya ada rombongan lain yang tiba di curug kembar. Kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sebagai penikmat alam, kita harus rela bergantian dengan pengunjung. Karena alam ini milik bersama yang juga harus dinikmati dan dijaga bersama-sama pula. 

Kami sudah diinfo oleh Akang Guide, bahwa perjalanan pulang kami akan melintasi jembatan gantung yang ada diatas tempat kami duduk beristirahat tadi. Kami menganggap jembatan ini sama dengan jembatan gantung yang lain, tidak menegangkan seperti jembatan kecil sebelumnya juga. Kami pun sempat mengabadikan momen di jembatan ini sambil menatap curug kembar. 

Sekitar 5 menit berjalan kami masih merasa biasa-biasa saja. Sampai lama kelamaan saya merasa kok kayaknya jembatan ini menanjak yah. Langkah saya semakin berat, tangan semakin tegang, napas semakin ngos-ngosan. Dan rasanya kami tidak maju-maju padahal kami terus melangkah, makanya don’t judge a book by it’s cover

Beneran yah jembatan oren ini sungguh bikin kita semua ngos-ngosan. Rasanya ini bagian hiking terberat kedua setelah jembatan goyang besi tadi. Kalo jembatan ini sungguh menguras energi dan napas kita. Tidak terlihat menanjak tapi nyatanya begitu kami lihat lagi kayanya memang ada kemiringan sekitar 40 derajat deh. Kebayang kan gimana nanjaknya. 

Selepas dari jembatan itu kayaknya kalau bisa merangkak kami merangkak deh. Kami memutuskan untuk langsung beristirahat di tangga ujung jembatan. Padahal jika kami mau jalan sekitar 50 meter ada tempat istirahat yang lebih enak dibanding duduk di tangga-tangga. Tapi apa daya kami sudah tidak sanggup lagi. Butuh waktu sekitar 8 menit untuk kami mengatur napas dan menurunkan heart rate kami sebelum melanjutkan lagi perjalanan. 

Perjalanan setelah ini kami masuk lagi kedalam vegetasi hutan. Penomoran yang kami lewati sudah masuk nomor 30an, dan perjalanan kami akan selesai di sesi pertama lembah purba ini sampai dengan nomor 50an. Jarak antara satu nomor ke nomor lainnya sekitar 500 meter. Untuk menuju ke tempat istirahat makan siang, kami akan melintasi lagi jembatan goyang beralas besi tadi. 

Melewati Jembatan Goyang Kedua Kalinya

Jam sudah menunjukkan jam 12 lewat, waktunya makan siang. Perut kami yang hanya sarapan sedikit rasanya sudah mulai menimbulkan suara-suara sumbang tanda merindukan makanan berat. Di jalur menuju ke jembatan goyang kami berpapasan dengan beberapa pengunjung yang baru saya datang hendak berjalan ke arah lembah purba.

Ternyata pengunjung yang baru datang  cukup banyak. Dan yang melintasi jembatan goyang pun juga banyak. Begitu pula yang hendak kembali ke tempat istirahat, sehingga terjadi antrian di ujung dan ujung jembatan goyang ini. Saya mengatur strategi dengan teman-teman, agar bisa melintas dengan cepat karena antrian cukup banyak. Saya pun bergantian dengan teman saya Mba Winda untuk berada di posisi belakang saja. 

Dan akhirnya tiba giliran kelompok kami melintas, saya berada di posisi nomor 3 dari belakang. Tidak seperti pertama tadi yang penuh dengan rasa grogi dan overthinking. Kali ini saya justru bisa melewatinya dengan lancar dan cepat. Bahkan kaki saya lebih lihai untuk berpijak melangkah selangkah demi selangkah. Ngga ada tuh rasa takut seperti pertama tadi, mungkin ini yang namanya keberhasilan sebuah proses belajar ya, tsaah. Atau bisa juga disebabkan karena rasa lapar, sehingga pressure itu yang membuat kita jadi bisa. Membahas melewati jembatan jadi filsuf banget bahasannya ya, hehehe. 

Dan akhirnya kami pun tiba di restoran. Untung restoran tidak penuh, sehingga kami bisa cepat dapat meja dan menikmati nasi liwet. Makan siang ini juga sudah tidak dikenakan biaya lagi ya, sudah masuk ke dalam paket ekspedisi lembah purba. Kami pun istirahat, sambil menimbang-nimbang apakah akan lanjut mencoba flying fox atau tidak. Yang tertarik untuk lanjut flying fox hanya saya, Mba Ratih dan Mba Vhara. 

Lanjut ke postingan berikutnya ya, masih ada sensasi saya mencoba flying fox yang panjang. Tungguin ya….

signature-desy