Hmm….apakah ini yang namanya baby blues, masa sih saya mengalami hal ini ?? Sindrom ini sebenarnya sudah saya pahami sebelumnya dan saya antisipasi, tapi kini saya merasa tak bisa menghindar dari hal tersebut.
Apalagi hubungan dengan yankuw yang hampir tak ada waktu bicara lagi, ditambah dengan semua keperluan yankuw yang harus dia siapkan sendiri, karena untuk sementara saya gak bisa naik turun kekamar atas selama masa recovery ini, jadi terpaksa dia siapkan keperluan kantor nya sendiri, namun demikian saya berusaha untuk sekedar menyiapkan makannya dia, atau sekedar menyiapkan teh manis hangat.
Perasaan belakangan ini sensitif aja, ada ketakutan sendiri akan kesehatan naeema dan keselamatannya, aneh…..padahal Naeema berada di tangan orang-orang yang terpercaya alias mama dan ade ku sendiri. Parno….itulah intinya, banyak dzikir…..supaya gak terlalu kebawa. Saya juga kangen akan masa bersama yankuw, yang bisa kemana-mana tanpa mikir ada Naeema, astagfirullah….itu yang saya ucapkan, karena ketika saya berpikir demikian koq kesannya gak bersyukur akan nikmat yang saya dapat sekarang ini, saya hilangkan jauh sejauh-jauhnya pikiran itu.
Apa ini karena masa nifasku, yang membuat saya g bisa solat jadi g merasa jauh sama Allah swt, nau’udzubillah……Jadi kangen solat banget……
Ya Allah, bantu aq melewati masa-masa ini. Bantu aku supaya yankuw juga bisa mengerti kondisi ini. Ajari aku menjadi orangtua yang baik bagi putri kami, amin.
About Baby Blues Sydroms :
Baby Blues adalah sindrom pasca melahirkan, yang biasanya dialami hampir 50 % ibu-ibu. Untuk mengantisipasi sindrom yang berlebihan perlu diketahui ciri-ciri dan gejala sindrom pasca melahirkan. Di antaranya adalah perasaan capek setelah melahirkan, takut tidak bisa mengurus bayi, takut tidak bisa melayani suami, sakit karena jahitan, nifas, bentuk tubuh membesar, perubahan hormon dan kelenjar payudara. Itu semua adalah salah satu penyebab munculnya Sindrom Baby Blues.
Secara umum, Sindrom Baby Blues muncul dalam bentuk perilaku ibu yang gampang marah, kesal, capek, tiba-tiba menangis, benci suami, takut kehilangan anak dan lain sebagainya. Bagi sebagian pasangan perilaku ini sering kali membuat hubungan rumah tangga menjadi tidak harmonis.
Pertama adalah ilmu. Seorang calon ibu sebelum melahirkan harus mempersiapkan diri dengan banyak membaca buku atau majalah tentang pasca melahirkan. Bisa juga menimba pengetahuan dari pegalaman orang-orang yang telah mengalaminya. Dengan bertanya kepada yang telah melahirkan, akan membantu kondisi psikologis kita pada saat menghadapi Sindrom Baby Blues. Sehingga membangkitkan rasa percaya diri dengan meyakini bahwa Allah menjanjikan surga bagi perempuan yang ikhlas menjalani proses melahirkan dan menggurus anak dengan ikhlas.
Kedua, pahami bahwa anak adalah amanah. Pandanglah dalam-dalam sosok bayi mungil yang tanpa daya, dialah mahluk yang selama sembilan bulan berada dalam rahim. Kemudian dengan pertarungan antara hidup dan mati, Allah berikan kekuatan kepada kita untuk melahirkannya. Ingatlah, anak adalah titipan Allah. Dan kita hanya jalan dan syariat yang Allah takdirkan untuk melahirkan dan mengurus bayi tersebut serta yakin bahwa Allah yang mengurus rezekinya.
Ketiga, lakukan komunikasi dengan pasangan. Perilaku yang muncul pada saat ibu mengalami Sindrom Baby Blues seringkali membuat hubungan dengan pasangan menjadi tidak harmonis. Di sini perlunya seorang suami mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana cara mengatasi Baby Blues agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga. Luangkan waktu untuk sharing dengan suami tentang kondisi yang sedang dialami. Hindari “jaim” (jaga image—red) terhadap suami dengan menahan dan menutup perasaan sesungguhnya, yang kemudian memunculkan perilaku sebaliknya. Selanjutnya, berilah pengertian kepada suami tentang pembagian peran dalam rumah.
Keempat, hadirkan khadimat. Adanya khadimat (pembantu) dapat meringankan beban pekerjaan pasca melahirkan. Kehadiran si kecil menambah daftar pekerjaan kita, seperti mengganti popok, mencuci, dan menyetrika baju, membuat susu dan lain sebagainya. Tidak ada salahnya apabila kita mencari khadimat untuk membantu menyelesaikan pekerjaan tersebut, sehingga kita merasa lebih tenang dan mempunyai waktu untuk istirahat. Pada saat bayi atau anak tidur, usahakan si ibu ikut tidur sebagai persiapan begadang di malam hari saat bayi terbangun.
Kelima, dukungan orangtua. Tak ada salahnya bila mengajak orangtua atau mertua untuk menginap beberapa hari di rumah kita. Kehadiran mereka bisa jadi dukungan moril dan membantu menenangkan pikiran serta perasaan-perasaan negatif yang muncul dari berbagai tekanan.
Keenam, berusahalah untuk menyenangkan diri sendiri. Coba luangkan waktu untuk menyenangkan diri kita sendiri. Ambil secangkir teh atau susu dan ajaklah suami atau orang-orang terdekat untuk ngobrol, nonton tv dan aktivitas santai lainnya. Dengan melakukan ini sedikitnya akan melenturkan otot tegang, menenangkan hati, dan menyegarkan pikiran.
(sumber : Ummu Dzidan)