Tahukah kalian bahwa sebenarnya tidak ada hubungan antara warna kulit dengan tingkat kecantikan seseorang. Yuk, mulai sekarang kita ikut berperan aktif untuk mengubah pandangan masyarakat yang menganggap bahwa warna kulit putih itu merupakan standar kecantikan dari seseorang khususnya perempuan. Karena stigma seperti itu adalah tidak benar. Stigma inilah yang membuat banyak perempuan di Indonesia terobsesi untuk memiliki kulit putih.
Definisi cantik menurut KBBI adalah elok; molek (tentang wajah atau muka perempuan), indah dan rupawan. Dari definisi KBBI tersebut tidak membahas bahwa cantik itu dihubungkan dengan warna kulit tertentu. Jadi sebenarnya kecantikan setiap orang itu berbeda-beda, bukan ditentukan oleh warna kulit.
Kenapa sih kok tiba-tiba membahas soal ini? Karena saya sendiri adalah korban dari stigma tersebut. Label yang diberikan oleh lingkungan yang mengatakan bahwa kulit sawo matang adalah tidak menarik membuat saya tidak memiliki percaya diri bahkan sempat ragu untuk menggali potensi yang saya miliki. Sepertinya memiliki kulit gelap atau sawo matang itu merupakan suatu dosa besar dan aib. At least itu yang saya yakini ketika saya remaja hingga memasuki usia dewasa awal.
Stigma tersebut diperparah lagi dengan perlakuan Industri yang selalu memberikan tontonan visual bahwa siapa saja yang memiliki kulit putih itu adalah cantik dan menarik. Sementara mereka yang memiliki kulit gelap sudah pasti jelek dan tidak menarik.
Tidak heran kalau banyak sekali produk kosmetik yang memiliki klaim membuat putih, mencerahkan akan selalu laku di pasaran. Karena obsesi menjadi putih selalu menjadi peluang untuk menaikkan omset penjualan. Bukan begitu betul?
Cosme Talk 2
Kamis, 22 Oktober 2020 yang lalu saya berkesempatan hadir kembali di acara Webinar yang diselenggarakan oleh BPOM RI yaitu Cosme Talk 2. Ikut hadir sebagai narasumber pada siang hari itu yaitu Asmara Abigail (Public Figure), Rayi RAN (Public Figure), Analisa Widyaningrum (Psikolog), dr. Listya Paramita Sp.KK (Dokter Spesialis Kulit & Kelamin), Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen, Kesehatan dan Kosmetik), dan Dr. Penny K. Lukito, MCP (Kepala BPOM RI). Yang saya suka dari pembahasan siang itu adalah saya mendapat pencerahan dan bahkan penguatan bahwa warna kulit itu tidak menentukan kecantikan seseorang.
Menurut Asmara keinginan menjadi cantik itu sah-sah saja, asalkan memang dilakukan untuk diri sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Akan menjadi salah jika kita mengubah bentuk tubuh atau warna kulit karena kita merasa perlu pengakuan dari orang lain. Sedangkan Rayi sebagai seorang laki-laki justru tidak menilai kecantikan seseorang dari warna kulitnya yang putih. Bagi Rayi kecantikan seseorang itu merupakan suatu kesatuan antara penampilan fisiknya yang menarik atau enak dilihat dengan inner beauty yang dimilikinya. Memang sih masih ada laki-laki yang menganggap kulit putih itu cantik, karena terbentuk dengan stigma yang selama ini ada si masyarakat.
Dari informasi yang disampaikan oleh Ibu Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen, Kesehatan dan Kosmetik), obsesi menjadi putih agar terlihat cantik ini yang memicu munculnya kosmetik-kosmetik yang menawarkan jalan instan. Dengan tagline “cantik seketika” atau “putih seketika” kosmetik-kosmetik itu biasanya menggunakan bahan yang berbahaya salah satunya merkuri. Merkuri itu berbahaya tidak hanya untuk kulit tapi juga organ bagian dalam jika dipakai dalam jangka waktu yang lama. Alih-alih ingin cantik tapi justru jadi penyakit, kan menyedihkan jadinya.
Itulah sebabnya BPOM RI tidak bosan untuk terus mengedukasi masyarakat untuk lebih teliti dalam memilih kosmetik. Sampai kini sudah ratusan produk yang ditarik dari peredaran karena mengandung zat-zat berbahaya. Jika produsen sudah ditertibkan maka kini saatnya mengubah mindset masyarakatnya. Setuju kan?
Bangga Apapun Warna Kulit yang Kita Miliki
Analisa Widyaningrum, menyampaikan bahwa lingkungan memiliki peran besar yang menyebabkan stigma ini bertahan lama di masyarakat. Jadi bukan cuma sebatas bisnis kosmetik saja. Tapi lebih ke pola pikir masyarakat.
Bagaimana cara mengubahnya? Kita harus fokus mengubah dari lingkungan yang paling kecil dan mudah kita kendalikan yaitu lingkungan keluarga. Salah satu caranya adalah dengan mengubah pola asuh kita kepada anak-anak yang diwarnai dengan dengan mindset positif. Fokus pada kemampuan, bakat dan kelebihan yang dimiliki daripada hanya pada penampilan fisik semata.
Karena kalau fokus pada penampilan fisik maka kepercayaan diri akan mudah untuk digoyahkan yang akibatnya bisa berpengaruh ke hal lainnya. Sebenarnya baik kulit putih maupun sawo matang semua memiliki sisi insecure nya masing-masing. Jadi mulai sekarang kita harus menanamkan kepada anak-anak kita untuk fokus pada kemampuan diri dan bakat mereka sehingga tercipta inner beauty yang bisa menyeimbangkan ketidaksempurnaan penampilan fisik yang kita miliki.
Pola asuh yang demikian ini lah yang bisa membuat Asmara memiliki prestasi yang luar biasa meski warna kulitnya berbeda dengan lingkungannya di Italia waktu itu. Karena rasa aman dan nyaman pada akhirnya bisa memunculkan kepercayaan diri sehingga bisa memaksimalkan penampilan yang orang lain lihat.
Jadi mulai sekarang stop deh pakai kosmetik yang memberi janji perubahan instan itu. Sekarang sih cantik, tapi siapa yang tau 4 sampai 5 tahun kemudian justru jadi membawa petaka. Merawat kulit itu suatu kewajiban supaya terlihat cerah dan bersih apapun warna kulit kita.
Banggalah dengan apapun warna kulit kamu, karena kecantikan itu bukan semata-mata dilihat dari warna kulit. Masih ada Inner beauty yang harus dimiliki untuk membuat penampilan menjadi lebih menarik. Yuk jadi agen perubahan dengan sama-sama aktif mengubah stigma ini. Kalau bersama pasti kita bisa.
Sampai jumpa di artikel selanjutnya dan jangan lupa tersenyum ya, karena senyuman bisa memberi aura positif untuk orang-orang disekitar kamu.