Saya adalah lulusan psikologi. Sejak kuliah saya lebih tertarik ke pendidikan dibandingkan di industri sebagai HRD. Itulah juga alasan saya mengambil mata kuliah Anak Luar Biasa (ALB) waktu itu dan membaca banyak buku dan novel tentang anak berkebutuhan khusus ini. Misalnya saja Toto Chan, Trilogi Sheila dan masih banyak lagi lainnya. Dengan belajar tentang anak berkebutuhan khusus saya mulai punya penilaian sendiri tentang anak-anak tersebut. Saya tidak lagi memandang sebelah mata akan kehadiran mereka disekitar kita. Lebih positif dan membuka diri.
Tapi apa mau dikata, jalan hidup justru membawa saya mendalami HRD lebih dahulu dibanding sebagai pendidik. Mungkin ini yang terbaik menurut Allah swt. Kesempatan menjadi guru pernah terbuka saat saya hamil Naeema waktu usia kandungan 5 bulan, tapi kemudian saya tidak melanjutkan proses tersebut karena kondisi kehamilan yang memang tidak memungkinkan. Hingga akhirnya saya masih berada di bidang HRD sampai kemudian memutuskan berhenti bekerja tahun lalu.
Begitu melihat trailer dari film Wonderful Life, sungguh film ini mengingatkan saya kepada impian saya dahulu. Langsung kepingin nonton film nya. Apalagi begitu tahu bahwa ini diambil dari novel yang juga merupakan kisah nyata. Kalau bukan dari pengalaman oranglain, dari mana lagi kita belajar.
Wonderful Life
Film ini mengisahkan tentang kehidupan seorang ibu dan anak, yang mana anak tersebut menderita Disleksia.
Disleksia (bahasa Inggris: dyslexia) adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan baca-tulis pada anak, umumnya terjadi pada anak berusia 7 hingga 8 tahun. Disleksia mempengaruhi perkembangan bahasa seseorang.
Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak.(Wikipedia)
Menceritakan seorang wanita karir yang sukses bernama Amalia (diperankan oleh Atiqah Hasiholan) dengan segudang kesibukannya sehingga tidak memiliki waktu untuk anak satu-satunya bernama Aqil (diperankan oleh Sinyo). Aqil adalah anak yang menderita Disleksia. Kesibukan Amalia membuat hubungannya dengan Aqil tidak begitu dekat.
Penolakan terhadap kondisi Aqil pun datang dari keluarga dekat Amalia yaitu ayah Amalia sendiri. Tidak terima kalau Aqil dikatakan sakit, Amalia pun berusaha untuk berobat ke dokter, psikologi sampai dengan dukun. Dalam perjalanan mencari pengobatan itulah justru membangun kedekatan Amalia dengan Aqil yang selama ini hilang. Lambat laun Amalia semakin mengenal Aqil. Sehingga Amalia pun lebih memahami apa yang dibutuhkan Aqil dari ahli mana pun.
Dari cerita Amalia itu membawa pelajaran bagi saya sendiri yang juga seorang ibu bahwa yang mengerti kebutuhan seorang anak adalah ibunya sendiri, bukan dokter, atau psikolog dan juga bukan guru disekolah. Para ahli tersebut hadir sebagai rekan kita untuk memenuhi kebutuhan anak kita. Tapi tanggung jawab sepenuhnya tetap ada ditangan kita.
Baca Juga: Skakmat
Akan banyak airmata yang jatuh saat menyaksikan film Wonderful Life ini. Bukan hanya adegannya yang mengharukan, tapi juga merefleksikan sikap-sikap kita yang seringkali kita pikir itu terbaik untuk anak kita tapi justru menyakiti hati anak kita sendiri. Film ini sebagai bahan introspeksi dan kesadaran kita sebagai orangtua dan calon orangtua, bahwa semua anak sempurna. Kepintaran anak tidak hanya tentang nilai akademik tetapi juga pada bidang apa dia menonjol. Dan tentu saja setiap anak memiliki keahlian yang berbeda.
Penasaran kan? Jangan lupa bawa tissue saat menonton film ini. Kemudian peluk anakmu dan katakan bahwa dia sempurna.
Waktu nonton film ini saya menangis mengingat saya sebagai seorang Ibu masih kurang sabar, dan terkadang belum bisa memahami keinginan anak. Setuju sekali setiap anak terlahir sempurna .
iya Mba, semacam melihat diri kita sendiri di film itu ga sih?
Bagus….
Ketinggalan nonton ini Des,keburu turun layar huhu
Mungkin sebentar lagi ada di TV Mba. Sabar aja…
Halo mba Desy,
Aku belum nonton filmya. Tapi dari banyak ulasan positif tentang film ini, aku jadi pengen nonton ya. Anak sempurna, hanya orang tua saja yang tergantung cara mendidiknya ya mba 🙂
Mba Des.. jadi penasaran bgt pengen nonton filmnya, aku ngajak suami nonton katanya takut aku nya baper, hiks . Soalnya anaku udah 2 tahun lebih juga belum bisa ngomong, udah terapi ampir setahun. Smoga filmnya masih ada di bioskop , kalo ga sempet aku baca bukunya aja deh… hehe thanks reviewnya mbak
Ngga ada anak yg ngga sempurna, semua hebat dgn keterbatasannya… Yg penting gimana cara ortu yg menerima ke’hebatan’ anak tersebut dengan lapang dada. Aku ngga mau nonton filmnya, takut mewek blas hihihi
Untuk membuka pandangan dan pikiran perlu nih…
Saya punya adik yang juga special need, dan sangat besar tantangannya mulai dari membesarkan hingga menemani hidupnya sampai sekarang. Nggak mudah buat orangtua anak2 berkebutuhan khusus dan juga keluarganya. Jadi memang mereka butuh support dari sekitar ya.
Penerimaan lingkungan itu penting ya Mba Anne…paling engga jadi lebih enteng jalaninnya.
Tetangga saya disleksia , tapi mereka benar benar ga tau harus bagaimana, kasihan anaknya udah besar tapi ga sekolah, seandainya ada yang bisa membantu