Lahan gambut, selalu saja menarik perhatian baik ketika lahan itu menganggur atau ketika ada lahan yang terbakar. Tapi sebenarnya lahan gambut itu apa sih? Kenapa bisa menarik perhatian para pemilik usaha sawit? Apa benar terbakar atau dibakar?
Ketika ada undangan dari Ngobrol Tempo untuk hadir diacara yang ngobrolin soal gambut terus terang tidak langsung saya iyakan. Selain mempertimbangkan waktu, saya juga mengkaji terlebih dahulu kira-kira hal apa yang bisa saya diskusikan dengan Kakak Naeema nantinya. Saya merasa perlu menumbuhkan rasa cinta kepada alam dan makhluk hidup lainnya, sebagai wujud rasa syukur. Selain itu supaya nyambung dengan sistem sekolahnya yang memang berbasis alam.
Siang itu, 29 Januari 2020 saya mulai belajar mengenal tentang lahan gambut dari Bapak dan Ibu Narasumber yang sudah expert di bidangnya masing-masing, yaitu Nazir Foead (Kepala Badan Restorasi Gambut), Prof. Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Kehutanan IPB), Lola Abas (Koordinator Nasional Pantau Gambut), dan Theti NA (Petani Gambut).
Apa itu Lahan Gambut?
Sebelum saya membaca artikel-artikel di google ya, lahan gambut adalah lahan yang berisi rerumputan, dengan tekstur tanah yang kering. Tapi ternyata tidak seperti itu. Menurut informasi yang saya baca di jurnalbumi.com, lahan gambut adalah bentang lahan yang tersusun oleh tanah hasil dekomposisi tidak sempurna dari vegetasi pepohonan yang tergenang air sehingga kondisinya anaerobik. Material organik tersebut terus menumpuk dalam waktu lama sehingga membentuk lapisan-lapisan dengan ketebalan lebih dari 50 cm.
Sedangkan yang saya baca di pantaugambut.id gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari timbunan materi organik yang berasal dari sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk. Umumnya gambut ditemukan di area genangan air seperti rawa, cekungan antara sungai, maupun daerah pesisir.
Dari penjelasan Bapak Nazir Foead, saya jadi tahu bahwa Indonesia ternyata bukan negara yang memiliki lahan terbesar. Masih ada Rusia dan Kanada yang memiliki lahan lebih besar dibanding Indonesia. Tapi ternyata lahan di Indonesia itu lebih dalam dibanding Rusia dan Kanada. Jika di dua negara tersebut mencapai 2 meter, Indonesia bisa mencapai 7 lantai gedung bertingkat, wow damam sekali ya ternyata.
Mengapa Lahan Mudah Terbakar?
Tahu kan peristiwa kebakaran gambut yang terbakar tahun 2019 yang lalu. Dampak asapnya sampai ke negara tetangga. Menurut data WALHI (siaran pers 11 September 2019) dibulan September 2019 mencapai 6.311 titik api. Dan total lahan yang terbakar sekitar 1.592.010 ha. Melihat beritanya di televisi sungguh ironis deh. Kenapa sih bisa terbakar, disengaja atau karena cuaca?
Kandungan tanah di lahan tersebut ternyata mengandung gas karbon yang cukup banyak. Gas karbon dihasilkan dari sisa-sisa makhluk hidup yang terkubur bertahun-tahun. Gas karbon ini yang kemudian menjadi pemicu timbulnya api. Jadi kebakarannya itu terjadi dari bawah tanah, menjalar, oleh sebab itu disebut titik api atau hotspot.
Pemicu timbulnya api bisa saja disebabkan karena cuaca. Gambut yang terlalu kering ditambah dengan cuaca yang ekstrim bulan tidak mungkin timbul api. Bisa juga disengaja, hal ini karena kebiasaan masyarakat yang tidak paham bagaimana mengelola gambut tanpa harus dibakar terlebih dahulu.
Tau kan kalau gambut merupakan lahan kosong. Lahan ini kemudian dimanfaatkan untuk pertanian, industri dan perkebunan. Yang sering saya dengar di televisi lahan gambut sering kali dibakar dengan dugaan untuk dijadikan lahan kelapa sawit atau tanaman yang lainnya. Tapi kenapa sih harus dibakar? Apakah tidak ada jalan lain?
Masyarakat membakar lahan biasanya untuk diubah menjadi lahan pertanian. Tujuannya tentu saja untuk ekonomi, mata pencaharian. Gambut dibakar untuk menggemburkan tanahnya agar layak untuk ditanami. Ibu Theti yang juga seorang petani gambut mengiyakan hal tersebut. Niatnya untuk ditanami, tapi justru berakibat kebakaran kan gimana ya?
Ibu Theti juga menjadi korban kebakaran lahan pada tahun 2015 yang lalu di Kalimantan. Beliau sudah merasakan langsung akibatnya. Dan karena peristiwa tersebut beliau pun kapok dan memilih menjadi petani gambut tanpa membakar. Mungkinkah? Tentu bisa, asal diedukasi.
Ada api sudah pasti ada asap. Jika kebakaran di satu titik saja asapnya bisa membuat kita sesak, bayangkan jika ternyata titik apinya sampai ribuan. Ditambah lagi angin berhembus, membawa asap sampai ke negara tetangga.
Dari penjelasan Prof. Bambang pada kebakaran lahan gambut tahun dilakukan studi kasus mengenai asap yang keluar dari kebakaran tersebut. Penelitian ini dilakukan di sebuah lab di Amerika, dan hasilnya sungguh menyedihkan. Terdapat lebih dari 90 jenis gas berbahaya di asap kebakaran tersebut dan 50 % sangatlah berbahaya bagi makhluk hidup.
Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan
Belajar dari kebakaran 2019 yang lalu atas instruksi dari Bapak Presiden Jokowi, Badan Restorasi Gambut (BRG) diminta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan salah satunya yaitu menjaga agar permukaan lahan gambut tidak menjadi terlalu kering. Bagaimana mengontrolnya? Dengan SIPALAGA atau sistem pemantauan air lahan gambut, dengan bantuan satelit yang akan mengirimkan data secara berkala kadar air di beberapa titik lahan gambut. Jika dirasa terlalu kering maka harus dipersiapkan untuk diberi hujan buatan di lokasi tersebut.
Sebelum itu restorasi lahan gambut juga sudah dilakukan. Restorasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan ekologi lahan gambut dan mensejahterakan masyarakat. Badan Restorasi Gambut (BRG) mengupayakan restorasi melalui 3 pendekatan yang dikenal dengan 3R, yaitu
- Rewetting: pembasahan gambut
- Revegetasi: penanaman ulang, dan
- Revitalisasi: sumber mata pencaharian
Saya sependapat dengan Ibu Lola Abas (Koordinator Nasional Pantau Gambut) yang mengatakan bahwa komitmen untuk menjaga lahan gambut itu tidak bisa dilakukan oleh salah satu pihak saja. Dan jangan hanya menjadi jargon semata. Menjaga lahan gambut harus menjadi kesadaran bagi kita semua agar bisa menekan kasus kebakaran lagi.
Mengubah lahan menjadi area pertanian tentu bisa dilakukan tanpa harus membakar. Hal itu sudah berhasil dilakukan oleh Ibu Theti Na yang sudah berhasil mengubah lahan tanpa membakar terlebih dahulu. Menurut Ibu Theti semua itu memang butuh waktu, tapi hasilnya bisa dirasakan. Menurut ibu Theti hasil panen dari hasil lahan pun rasanya lebih baik dan lebih banyak.
Baca Juga: Mengelola Keuangan Keluarga
Ibu Theti bersama kelompoknya berusaha memulihkan kembali lahan gambut di Kalimantan Timur dengan Demplot Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar di Desa Mentangai Hilir, Kalimantan Tengah. Beliau mengajak serta para ibu rumah tangga di program ini. Sekarang ada sekitar 30 orang ibu rumah tangga bergabung bersama beliau. Menurut beliau sekarang lahannya perlu ditambah supaya pertaniannya bisa lebih luas lagi dan beragam. Sehingga bisa semakin banyak orang lagi yang bergabung dalam program ini.
Ngobrol Tempo sore itu membuat saya paham tentang Lahan Gambut dan apa saja yang sudah dilakukan instansi dan masyarakat terkait untuk restorasi. Saya juga sependapat dengan Ibu Lola bahwa jaga gambut ini bukan hanya tugas mereka yang menjadi narasumber didepan kemarin. Ini tugas kita semua untuk sama-sama menggaungkan kalau bertani di lahan gambut tidak harus di bakar. Itu mungkin dan bisa untuk diusahakan asalkan kita mau.
Menjaga lingkungan sekarang untuk anak cucu kita nantinya. Jangan hanya berpikir hari ini, memikirkan harta untuk besok. Tapi justru besok kita tidak lagi bisa hidup jika alam saja sudah tidak mendukung. Semangat!
Referensi:
- https://pantaugambut.id (tanggal akses 2 Februari 2020)
- https://brg.go.id/ (tanggal akses 2 Februari 2020)
- https://www.walhi.or.id/ (tanggal akses 2 Februari 2020)
Mba aku jd ngerti ttg lahan gambut setelah baca ini. Tadinya yaa, aku taunya gambut itu bisa terbakar sendiri Krn titik api di bawahnya itu. Walopun aku blm paham tadinya itu titik api drmana. Ternyata gas yg dilepaskan oleh hewan2 yg mati ya.. paham sekarang.
Semoga cara yg nantinya akan dilakukan ini, bener2 bisa menekan lahan gambut utk ga terbakar parah seperti yg lalu yaa. Aku ngerasain asapnya tiap kali ke mudik ke Sumatra, apalagi pas banyak ponakanku yg kecil2 jd terkena ispa 🙁
Selama ini saya cumam dengar aja tentang lahan gambut tapi gak ngerti.
Baca tulisan.mbak Desy ini akhirnya saya dapat gambaran lahan gambut itu seperti apa dan pemanfaatannya.
Btw penampilan Ibu Theti itu unik banget yaa, hehe..9
Acaranya sangat banyak sekali ya ilmunya serta ada insight baru tentang apa itu lahan gambut… bermanfaat sekali
Waah aku jadi nambah ilmu nih. Aku tahunya lahan gambut itu yang kering kerontang rumputnya hehe. Dan ternyata Indonesia ke dalamannya bisa sampai 7 gedung bertingkat, buset ya.
Baru tahu juga kalau tanahnya itu mengandung gas karbon yang banyak dari sisa sisa makhluk yang terkubur dahulu kala dan menyebabkan titik api hingga kebakaran dari cuaca juga bukan cuma karena sengaja dibakar. Seneng ada bu Theti yang akhirnya bertani tanpa membakar lahan 🙂
Bacaan menarik, selama ini taunya ada lahan gambut yang terbakar, tapi ngga tau kenapa lahan gambut terbakat, ternyata gambut punya banyak manfaat ya bagi makhluk hidup, satwa yang tinggal di hutan gambut dan juga masyarakat yang ada disekitar gambut.
Banyak banget iomu dan oengetahuan baru dari hasil baca postingan kakak. Dan amazed banget kalo dijumlahin bisa jadi gedung bertingkat 7 wooww!!!! Semoga lahan gambutnya baik-baik aja dan gaada kebakaran lagi ya
Pembahasan kamu begitu berat. Mengingatkan aku sama kebakaran hutan beberapa tahun lalu. Ternyata dibalik itu mengerikan dan ga sangka2 penyebabnya hiks
Nah pembahasan kayak gini membuka wawasan banget kan nih, jadi paham apa itu lahan gambut dan supaya gak terjadi kebakaran hutan
makasih sharingnya
Ah setuju banget! Kita semua harus terbuka ya matanya soal lingkungan gini. Jangan sampe demi cuan cuan cuan, terus bakar lahan dan malah merugikan bumi yang kita tinggali 🙁
Jadi pengen ikut ngobrol Tempo, menarik sekali bahasannya ya. Baru tahu ternyata ada ya petani gambut. Berarti harus digaungkan lebih lagi ya, supaya lebih banyak yang menjaga lingkungan macam ibu Theti ini
Wah aku belajar banyak dari tulisan ini
Indonesia ini kaya akan lahan gambut, kalau pengelolaannya salah maka akibatnya kita juga yang akan merasakannya
Semoga ke depannya, pengelolaan lahan gambut lebih bijak lagi
Terimakasih bu Theti untuk semangat dan dedikasinya dalam pengelolaan lahan gambut yang lebih baik
bertani di lahan gambut ternyata bisa tanpa harus membakar lahan terlebih dahulu! Penting utnuk diketahui semua yang ingin bertani di lahan gambut.
Lahan gambut di Indonesia memang banyak. tapi baru tau saya, dalamnyaaaa.. lebih dalam dari tempat lain ya. Kebayang sumber daya yang ada di dalamnya membuat negeri ini sangat subur.
Kalo soal apa itu lahan gambut, saya sudah pernah baca. Tapi baru tahu kalau kedalaman lahan gambut di Indonesia bisa sampai 7 lantai. Tentu asyik banget bisa hadir di acara yg kaya ilmu seperti ini ya
Penting banget infonya kak. Indonesia sudah diberi tanah yang subur harus dirawat banget. Apalagi jangan asal bakar saja karena mudah menyebar.
Gak sia-sia ya kita datang ke acara diskusi kayak gini, padahal aku sebelumnya juga masa bodo dengan lahan gambut yang ada di Indonesia, tapi waktu diajakin malah jadi penasaran.
Selama ini memang lahan gambut hanya ramai dibicarakan saat sedang terjadi kebakaran hebat. Sampai saya pun sempat berpikir ngapain juga ada lahan ini. Mendingan diganti aja lah kalau cuma bikin sengsara.
Padahal lahan gambut ternyata banyak juga manfaatnya. Ya semoga aja ke depannya semakin lebih bisa dirasakan manfaatnya, Segala risiko yang berkepanjangan itu bisa dihilangkan paling gak diminimalisir, lah
Syukurlah sekarang bisa tidak usah dibakar, karena memang berbahaya sekali ya terutama pada makhluk hidup, gak hanya manusia, tapi hewan-hewan juga.
Bagi para pencinta Lingkungan, mengetahui adanya kebakaran hutan sudah cukup buat kita menyalahkan siapapun yang berbuat seperti hanya untuk keuntungan dan kekayaan perorang atau kelompok. Karena bagaimanapun, lahan gambut memang mudah terbakar dan seharusnya mereka mencari cara yang aman untuk membuat membuat lahan itu layak ditumbuhi tanaman ataupun mengubahnya menjadi apapun yang dapat mengutungkan mereka.
Benar sekali mbak.. kita harus menjaga lingkungan demi masa depan cucu kita… kalau di Jepang. Satu pohon ditebang langsung diganti dengan cara menanam satu pohon. Tapi di Indonesia lahan ganggur dibakar lalu diklaim sebagai miliknya. Padahal itu sangat berguna untuk kelangsungan ekosistem.
Kalo di luar negeri ada musim dingin, musim gugur, nah di Indonesia ada musim banjir dan musim kebakaran hutan. Hehehe. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah itu di Sumatera, biasanya pembukaan lahan makin marak. Janji-janji kampanye bertebaran, tapi buktinya setelah yg terpilih duduk di bangku nyamannya, tetap saja di daerahnya ada kebakaran gambut.
Membaca tulisan Mbak Desy soal lahan gambut, saya jadi tercerahkan, Mbak. Dulunya saya tahunya, ada lahan gambut yang terbakar, karena cuaca panas. Area kering jadi mudah terbakar. Padahal pemahaman soal lahan gambut ini sangat luas ya, Mbak.
Sebenarnya saya juga heran kenapa dibakar. Tinggal di bali saja tanahnya kan bisa jadi pupuk nantinya. Hasil tanaman akan lebih subur.
Jika dibakar, cacing penyubur tanaman bisa mati, akhirnya pakai bahan kimiawi untuk menyuburkan tanah. Heran, saya tu….
Saya mengelola tanaman di kebun juga dengan cara membalik rumput lalu menimbunnya dengan tanah, lho.
saya setuju sekali tentang sosialisasi lahan gambut.menurut cerita beberapa kawan penduduk asli lahan gambut di sumsel , secara turun temurun mereka tidak membakar lahan.Karena mereka mengerti karakteristik lahan mereka.Masalah kebakaran terjadi saat pendatang datang membuka lahan baru
Mba Desy, saya suka prihatin liat kondisi hutan dan lahan gambut kita..
Karena, terbakarnya lahan gambut hingga asapnya ke tetangga, itu bukan tiba-tiba.. tapi ada tangan nakal yang sengaja mau buka lahan baru..
Hiks.. mereka gak kasian sama habitat asli..
Setuju, menjaga lingkungan untuk anak cucu kita nanti…jika kita semua peduli tentu kebakaran hutan dan lahan bisa diantisipasi dan tidak tejadi lagi. Juga pemanfaatan lahan gambut tanpa dengan membakarnya pun bisa tetap memberi hasil optimal
Ngobrol ngobrol yang informatif dan banyak memberi pengetahuan ya. Dan aku baru tahu kalau laham gambut di Indonesia, dalamnya bisa sampai tujuh lantai gedung bertingkat yaaa
Beruntung ada orang seperti Ibu Theti Na yang secara sadar mengelola pertanian lahan gambut tanpa membakar. Karena efek kebakaran lahan gambut ini memang sangat parah
Salah fokus ama model Charlie Angel di atas Mba hahahah.
Semoga dengan obrolan tersebut bisa diambil dan diterapkan cara-cara agar lahan gambut tidak disalah gunakan lagi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ya Mba 🙂
baru baca ini detil lahan gambut. selama ini selewat2 aja.. meski pernah menjejaki juga lahan milik mertua adik di kalbar. thanks catatannya
Penting banget nih edukasi mengenai lahan gambut seperti ini. Agar masyarakat gak sembarangan membakar lahan gambut. Yang rugi kan masyarakat sendiri. Tfs Mbak Desy
Iya udah 2020 masih ada yang membuka lahan pakai dibakar, untung ada petani yang juga peduli sama lingkungan sperti Bu Theti ini ya mbak. Semoga makin banyak lagi yang peduli sama lingkungan dan belajar cara mengolah lahan gambut yang bener.
Wah suka banget sama acara-acara lingkungan kayak gini, bagus banget kita harus menjaga lingkungan dengan mengolah lahan gambut dengan penuh kesadaran
Penampilan bu theti unik ya.. Seunik idenya..
Alhamdulillah ada yang perhatian dengan lahan gambut di Kalimantan..
Aih senangnya yang bisa dapat banyak ilmu tentang lahan gambut gini. Belajar sekarang mah bisa kapan dan di mana saja. Termasuk lewat sesi ngobrol kayak gini ya mbak.